Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pemkot Surabaya Diduga Malwewenang dan Malsubstansi, Ditandatangani Sekda, Bukan Walikota Surabaya

| Juli 06, 2022 | 0 Views Last Updated 2022-07-06T16:56:01Z


Seputarindonesia.net II Surabaya - Sidang perdana Gugatan Ketua DKS melawan Walikota Surabaya dengan nomor registrasi: 98/G/2022/PTUN.Sby digelar di PTUN Surabaya, Rabu (6//7/2022).

Chrisman Hadi, Ketua DKS selaku Penggugat hadir dengan didampingi oleh 6 kuasa hukumnya, sedangkan Pemerintah Kota Surabaya selaku Tergugat hadir dengan diwakili oleh Bagian Hukumnya.

Agenda sidang hari ini adalah Pemeriksaan Permulaan terkait formalitas dan legal standing para pihak. Di dalam pemeriksaan permulaan, Majelis Hakim mempertanyakan tentang kedudukan obyek sengketa, yaitu Surat Pemerintah Kota Surabaya Nomor: 430/5535/436.7.16/2022 tanggal 29 Maret 2022 tentang Penolakan Permohonan Pengukuhan dan Pelantikan Pengurus DKS di bawah kepemimpinan Chrisman Hadi. 

Salah satunya, Majelis Hakim sempat mempertanyakan mengapa surat penolakan itu ditandatangani oleh Sekertaris Daerah Pemerintah Kota Surabaya, dan bukan Walikota Surabaya secara langsung. 

Pemerintah Kota Surabaya tidak dapat menjawab pertanyaan Majelis Hakim tersebut, entah apakah Sekertaris Daerah Kota Surabaya bertindak sendiri tanpa perintah dari Walikota Surabaya, atau ia membuat dan menandatangani surat tersebut untuk dan atas nama Walikota.

Terhadap temuan fakta ini, Atok Rahmad Windarto, S.H., M.H., Kuasa Hukum Penggugat justru terheran-heran, mengapa surat tersebut ditandatangani oleh Sekda Kota Surabaya, dan bukan oleh Walikota Surabaya langsung. 

"Ini bisa jadi merupakan bentuk dari Mal-Wewenang, karena yang tandatangan adalah Sekda, bukan Walikota. Padahal surat permohonan dari klien kami itu diajukan kepada Walikota Surabaya, mengapa yang membalasnya Sekda Kota Surabaya? Dan tidak ada keterangan atas nama Walikota pula. Itu artinya Sekda Kota Surabaya bertindak sendiri tanpa sepengetahuan Walikota Surabaya," ujar Atok Rahmad Windarto di PTUN Surabaya.

Menanggapi hal ini, Chrisman Hadi, Ketua DKS, yang juga hadir dalam persidangan perdana ini semakin yakin bahwa Surat Penolakan dari Pemkot Surabaya cacat administrasi, dan cacat wewenang. 

"Saya ini mengajukan Surat Keputusan Pengukuhan Pengurus DKS hasil musyawarah 119 seniman di Surabaya kepada Walikota Surabaya langsung, bukan kepada Sekertaris Daerah Kota Surabaya. Kenapa yang balas suratnya itu Sekda? Bukan atas nama Walikota lagi. Ini kan mal-wewenang. Saya jadi curiga, jangan-jangan penolakannya itu manuvernya Sekda sendiri, dan bukan keputusan dari Walikota Surabaya.”
Keyakinan dari Chrisman Hadi tersebut bertambah karena ketidaktegasan dari Kuasa Hukum Pemerintah Kota Surabaya dalam menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim Surabaya mengenai mengapa Sekda yang membuat dan menandatangani surat penolakan, dan mengapa bukan Walikota Surabaya secara langsung. 

"Tadi waktu ditanya sama Majelis Hakim, Pihak Pemkot Surabaya selaku Tergugat juga tidak dapat menjelaskan secara langsung apakah Sekda itu bertindak sendiri, atau bertindak untuk dan atas nama Walikota Surabaya. Mereka cuma jawab, nanti akan dikonfirmasikan kepada Walikota dulu. Ini kan aneh, kalau koordinasi di dalam internal pemkot itu rapi, kan mestinya bisa dijawab langsung oleh bagian hukum Pemkot. Lha ini mereka kok konfirmasi dulu," ujar Atok Rahmad Windarto, S.H., M.H., Kuasa Hukum Ketua DKS Surabaya.

Sidang akan digelar pada 13 Juli 2022, dengan agenda perbaikan gugatan dan kuasa dari Pihak Penggugat. Chrisman Hadi berharap agar seluruh Seniman Indonesia juga ikut mengawal dan mendukung gerakan ini. 

"Ini adalah upaya dari para seniman surabaya untuk mencari keadilan dan kebenaran, agar rakyat tidak terus-menerus diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa.” Ujar Chrisman Hadi, Ketua DKS Surabaya.(Eko).
×
Berita Terbaru Update