Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

EKO GAGAK Bersuara.!!! Satu Suro Atau Satu Muharam Waktu Intropeksi Untuk Kualitas Diri dan Integritas Diri

| Juni 27, 2025 | 0 Views Last Updated 2025-06-28T05:05:36Z



Liputanphatas.com // Satu Suro dan 1 Muharam adalah momen penting yang menyatukan aspek Islam dan budaya, perpaduan antara kalender Hijriah dan Saka. Muharam menjadi saksi berbagai peristiwa, termasuk hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Satu Suro yang kerap dikaitkan dengan nuansa mitos atau mistis, sebagai ajang untuk melakukan ritual-ritual yang mengandung unsur syirik atau menyekutukan Tuhan. Satu Suro tidak hanya melestarikan tradisi atau warisan budaya leluhur tetapi menjadi pedoman hidup di era modern sekarang ini, yang kaya akan makna serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya terkait dengan sejarah, spiritualitas, dan identitas antara manusia, alam, dan Tuhan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terjebak atau terjerumus dalam perbuatan yang dilarang oleh agama.

Bukan sekadar tradisi tetapi meningkatkan kualitas diri dalam berbagai aspek kehidupan secara komprehensif dengan semangat hijrah bukan hanya hijrah fisik, tetapi perbaikan akhlak, dan peningkatan ibadah. Bulan Suro atau bulan Muharam merupakan waktu pelipatgandaan amal begitu pula sebaliknya dosa-dosa yang telah dilakukan balasannya akan dilipatgandakan. Satu Suro atau 1 Muharam, pergantian tahun spiritual menjadi waktu yang tepat untuk mengevaluasi diri dari apa yang telah kita lakukan tahun lalu dan sudahkah kita memberikan yang terbaik dalam beribadah dan beramal ? Pertanyaan tersebut menjadi renungan bagi kita untuk selalu mempersiapkan bekal kehidupan di akherat.
Mari jadikan Satu Suro atau 1 Muharam sebagai titik awal untuk menjadi pribadi yang baik, bermanfaat bagi sesama dan berharap dapat meraih keberkahan ridhaNya. Dengan bersedekah, kita dapat berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sedekah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan, menyantuni anak yatim, atau memberikan bantuan kepada fakir miskin.

"Benarkah Satu Suro tidak sakral lagi atau tidak sedahsyat dulu ?" mengacu perubahan persepsi dan pergeseran makna meski memegang teguh tradisi kesakralan serta kuatnya keyakinan pada mitos dan larangan. Di kalangan masyarakat yang lebih tradisional, mitos yang masih dipercayai adalah larangan keluar rumah, pindah rumah, berbicara kasar, menggelar pernikahan atau pesta besar. Beberapa tahun ini cenderung mengalami penurunan, nilai-nilai modern mempengaruhi cara pandang dalam memahami tradisi yang dianggap tradisi Malam Satu Suro sebagai sesuatu yang kuno atau tidak relevan dengan kehidupan sekarang ini. Apakah tingkat penafsiran masyarakat lebih mendalam terkait pemahaman yang dapat mempengaruhi keyakinan terhadap mitos dan kepercayaan dengan Malam Satu Suro ? Ataukah sebagian besar masyarakat mungkin tidak lagi mempercayai mitos-mitos atau mencari penjelasan secara rasional terhadap fenomena yang terjadi ?
Saat ini, Malam Satu Suro lebih banyak dimaknai waktu untuk refleksi diri, melakukan tirakat, kontemplasi, berdoa, berdzikir, silaturahmi, bersedekah dan berbuat kebaikan untuk memulai tahun baru dengan semangat baru. Informasi yang mudah diakses melalui internet dan media sosial memungkinkan untuk membandingkan berbagai pandangan tentang Malam Satu Suro yang dapat mengurangi homogenitas kepercayaan dan praktik yang ada di masyarakat. Meski demikian, Malam Satu Suro tetap dirayakan oleh masyarakat, terutama di lingkungan keraton dan beberapa daerah yang masih memegang teguh tradisi. Generasi muda cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan memaknai Malam Satu Suro dengan cara yang lebih modern, sementara generasi yang lebih tua masih berpegang pada tradisi dan kepercayaan leluhur.







Ritual masih dijalankan, meskipun dengan tingkat kesadaran dan pemahaman yang berbeda. Apakah ritual yang dulu dilakukan, kini mulai dimodifikasi atau telah ditinggalkan ? Apakah masyarakat berhak untuk memilih dan memodifikasi tradisi sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang dianut dalam dinamika sosial budaya ? Pada akhirnya, apakah Malam Satu Suro masih sakral atau tidak, dahsyat atau tidak, yang terpenting adalah bagaimana memaknainya, hikmah dari tradisi atau warisan budaya yang dirawat dan dilestarikan untuk menjadikan sebagai landasan prioritas. "Selamat Tahun Baru 1447 H/ 2025 M "



Kontributor : Eko Gagak
Editor : Andriyas
×
Berita Terbaru Update