Liputanphatas.com || Pamekasan- Setelah dugaan kriminalisasi terhadap Lansia buta viral, Polres Pamekasan, Madura, Jawa Timur panik mengundang jumpa pers bersama wartawan.
Namun bukan mendapat simpati publik, upaya klarifikasi kasus pemalsuan tanah yang dipimpin langsung oleh Kapolres Pamekasan justru semakin memperjelas borok ketidakberesan proses hukum kasus tersebut.
Bahkan, selain menyebut tersangka nenek Bahriyah tidaklah buta, pria bertubuh gempal tersebut secara gamblang mengatakan tanah milik Lansia yang terzalimi itu diperjual belikan dengan adanya sertifikat.
"Itu pada tahun 98 ada sertifikatnya ya, mana sertifikatnya, ...iya, pada tahun 1999 tanah ini diperjual belikan dengan dibuktikan adanya sertifikat atas nama Haji Fathollah, seluas 1800,05 di tahun 99 ada, sudah di cek rekan-rekan, jadi awal tahun..." demikian potongan video Kapolres Pamekasan saat jumpa pers yang beredar luas ke sejumlah group WhatsApp.
"Saat jumpa pers, Kapolres tidak membuktikan adanya akta jual beli serta bukti pendukung lain terkait jual beli tanah nenek Bahriyah. Kapolres hanya menegaskan adanya sertifikat. Aneh sekali," ujar salah satu wartawan kepada Detikzone.net usai menghadiri jumpa pers.
Pernyataan Kapolres terkait tanah diperjualberlikan pun memantik amarah dan reaksi keras dari Keluarga Nenek Bahriyah, H. Fauzi.
H. Fauzi menegaskan, tanah diperjual belikan adalah keterangan palsu, karena sama sekali tidak ada jual beli.
"Saya pastikan Kapolres Pamekasan tidak akan bisa menunjukkan buktinya karena memang tidak ada jual beli.
"Ini dari keluarga insyaAllah akan melaporkan secara pidana atas dugaan keterangan palsu", tambahnya.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum lansia buta bernama Bahriyah yakni Arief Syafrillah, SH saat dikonfirmasi menyatakan siap memberikan advokasi kepada kliennya.
"Nanti kami siap mengadvokasi klien saya untuk membuat laporan pidana atas keterangan palsu tersebut. Kami akan totalitas," tandas Arief Syafrillah.
Diwartakan sebelumnya, Kasus dugaan pemalsuan tanah di Polres Pamekasan yang viral mengguncang jagad sosial dengan mentersangkakan Lansia buta bernama Bahriyah (61) warga Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan terus menjadi kemelut dan menyita perhatian publik. Senin, 25/03/2024.
Bagaimana tidak, kasus tersebut dinilai sangat janggal dan terindikasi kuat ada ketidakberesan dalam proses hukum yang sedang ditangani Polres Pamekasan.
Sebab, Bahriyah merupakan pemilik sah tanah sesuai Leter C Nomor 2208, Blok IIa, Kelas V Luas 0,223 da dan bukti sertifikat serta bukti pendukung lainnya bahkan terus menerus membayar pajak bangunan sejak mendapat hibah dari orang tuanya.
Namun celakanya, nenek tua yang kesehariannya hanya meraba-raba dan tak berdaya tersebut kini jadi korban dugaan kriminalisasi oknum penyidik Polres Pamekasan lantaran dijadikan sebagai tersangka. Minggu, 24/03/2024.
Lantas, setelah kasus lansia buta jadi tersangka viral, dengan penuh bangga Suhartatik (Titik) membuat status WhatsApp.
"Adoww banyak yang komen kok sekarang viral di tiktok gitu. Gak apa-apa saya viral di tiktok, ku dijelek jelekkan monggo dengan senang hati, tapi Allah maha adil kan, suatu saat kebenaran bakalan terungkap. Jangan tanya kenapa kok saya viral di tiktok ya, saya gak bakalan menjawab, la ngok congok dibik, apakah watakku seperti itu, orang yang dekat dan tahu karakter aku itulah jawabnya, titik itu Seperti apa," demikian status istri polisi tersebut.
Berkenan dengan kasus nenek tua buta tersebut, Praktisi Hukum A. Effendi, S.H turut memberikan sentilan kritik.
A. Effendi menyebut oknum penyidik terlalu buru-buru dalam menetapkan tersangka bahkan terkesan tidak punya otak dan tidak punya hati nurani.
"Oknum penyidik yang mentersangkakan nenek buta pemilik tanah tersebut terkesan tidak punya otak karena saya menduga lebih mementingkan teman se-Profesinya dari pada asas keadilan," sebut A. Effendi, S.H.
Menurut pria berambut gondrong ini, penetapan tersangka tehadap nenek buta justru akan berbuntut panjang dan akan jadi bumerang untuk penyidiknya sendiri.
"Penyidik tidak boleh semena-mena dalam menentukan pasal apalagi menetapkan orang sebagai tersangka. Penyidik juga harus mempelajari berkas berkas dari terlapor dan data data lainnya.
"Juga harus di pahami, Penyidik itu tidak boleh bodoh. Penyidik harus pandai dan banyak belajar lagi tentang UU. Jangan serta- merta karena pelapor memiliki sertifikat kemudian nenek buta tersebut dijadikan sebagai tersangka. Penyidik harus jeli dan hati-hati. Pahami itu," tambahnya.
Lantas, A. Effendi mempertanyakan apakah penyidik sudah meneliti asal muasal sertifikat itu seperti apa dan bagaimana.
"Sementara Leter C jelas-jelas atas orang tuanya si nenek. Bagaimana bisa kemudian muncul sertifikat yang disiapkan oleh Ibu Bhayangkari tersebut. Nah sertifikat tersebut apakah didapat sesuai prosedural atau tidak," katanya.
"Sekarang itu banyak oknum penyidik yang tidak memiliki sertifikat kepenyidikan. Makanya tidak banyak penyidik yang paham akan UU.apa lagi pelapornya seorang Bayangkari Pasti sedikit banyak dugaan saya penyidik akan berpihak karena saya pikir temannya seorang polisi dan pelapornya adalah istri dari si temannya," tukasnya.
Pendiri Lidik Hukum dan HAM ini menduga ada keberpihakan dan kelengahan penyidik dalam menetapkan tersangka terhadap nenek tua tak berdosa tersebut.
"Saya rasa, penyidik Polres Pamekasan terlalu gegabah dan terburu buru dalam penetapan tersangka nenek buta. Dan Itu akan menjadi bumerang terhadap penyidik sendiri karena masyarakat luas pastinya tidak akan tinggal diam terhadap persoalan seperti ini. Apalagi ini sudah viral," tandasnya.